RASIONAL.CO.ID | METRO – Pagi itu di jalur lambat tepat di depan gedung kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Metro, seorang pria lanjut usia menyapa saya dengan senyum ceria menampakkan gigi ompong yang menjadi ciri khasnya.
Pria tersebut ialah Sardi (53) seorang juru parkir yang telah tiga periode menjaga, melindungi dan memastikan keamanan kendaraan roda dua milik pegawai maupun pengunjung kantor Pemkot Metro.
Ditemani segelas kopi yang dibawanya dari rumah sebagai bekal bekerja, Sardi memulai ceritanya mengawali pengabdian menjadi penjaga kendaraan. Kala itu, sebelum memutuskan hijrah menjadi juru parkir, Sardi merupakan seorang pengemudi becak dengan penghasilan yang rendah.
Ia memulai tugasnya menjaga keamanan kendaraan milik pegawai terhitung sejak mendekati akhir masa jabatan mantan Walikota Metro, Lukman Hakim periode pertama atau tepatnya pada tahun 2008.
Jadi semasa pengabdiannya, Pak Sardi telah merasakan kepemimpinan tiga era walikota Metro, yang pertama Lukman Hakim periode pertama 2005 – 2010. Lukman Hakim periode kedua 2010 – 2015. Ahmad Pairin 2015 – 2020, dan kini Wahdi 2021 – sekarang.
Seiring berjalannya waktu dan bergantinya pemimpin hingga kini dijabat yang baru, Sardi tetap setia mengabdikan diri menjadi penjaga kendaraan roda dua.
“Ya semenjak zaman pak Lukman periode pertama itu saya sudah parkir disini. Kalau dihitung ya sudah 14 tahun lebih,” kata dia sambil sesekali mengatur kendaraan yang hilir mudik diparkiran, Rabu (27/7/2022).
Sambil menghisap sebatang rokok, pria yang merupakan warga Bedeng 38 Desa Banjarejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur itu melanjutkan ceritanya.
Ditengah situasi keamanan Kota Metro yang masih belum kondusif lantaran marak aksi Curas, Curat dan Curanmor (C3), Sardi mengaku bersyukur lantaran wilayah parkir yang dikuasainya hingga kini dalam kondisi aman.
“Alhamdulillah selama ini aman dan tidak ada kejadian kehilangan, helm-helm juga alhamdulillah aman. Kalau hujan saya teduhkan. Saya jaga parkiran ini mulai 7.30 WIB saat pegawai masuk sampai jam 16.30 WIB saat pegawai pulang. Selain motor pegawai juga ada motor orang yang ke kantor Pemkot dan yang ke kantor Pos ini,” ungkapnya.
Ayah tiga anak itu juga mengungkapkan bahwa penghasilannya dari menjaga parkir mengalami penurunan signifikan pasca Pandemi Covid-19.
“Kalau penghasilan, waktu sebelum Corona itu ya lumayan, tapi kalau sekarang berkurang drastis. Sebelum Corona itu bisa dapat Rp 100 Ribu sehari, tapi belum dipotong setoran. Setor Rp 21 Ribu ke Dishub. Itu pas sebelum Corona, ya bisa bawa pulang itu Rp 80 Ribuan,” ujarnya.
“Kalau setelah Covid-19 sampai sekarang ini rata-rata paling banyak dapat Rp 70 Ribu belum dipotong setoran, kadang bawa pulang ke rumah itu tidak sampai Rp 50 Ribu,” imbuhnya.
Meskipun begitu, penghasilan yang jauh dari kata cukup tersebut tetap ia syukuri. Uang halal dari keringatnya menjaga kendaraan dibawa pulang untuk memenuhi kebutuhan harian.
“Hasilnya itu ya untuk kebutuhan sehari-hari, untuk makan. Untuk beli bensin pulang pergi menjaga parkir. Ya kalau dibilang cukup apa tidak, ya harus dicukup-cukupin. Yang penting harus selalu bersyukur karena masih banyak orang diluar sana yang mungkin lebih sulit dari saya,” ucapnya.
Seiring mentari beranjak naik, sambil sesekali mengurusi parkir, Sardi terus bercerita tentang rasa nyamannya menjaga kendaraan di depan kantor Walikota.
“Saya nyaman disini karena banyak kawan, banyak kenal orang. Kadang ada orang baik yang kasih uang lebih ke saya. Kalau saya tidak banyak berharap, yang penting saya bekerja dan berapapun hasilnya saya akan bersyukur. Yang penting saya masih sehat,” bebernya sembari tertawa kecil.
Setiap perkejaan yang dijalankan seseorang tak semuanya berjalan mulus, begitu pula Sardi yang kadang kala tidak menerima upah dari menjaga kendaraan milik warga yang menitipkannya diparkiran tersebut.
Kepada jurnalis, Sardi mengatakan bahwa uang yang diperolehnya sehari-hari sebagian disisihkan untuk memenuhi kebutuhan sekolah dua anaknya yang masih duduk di bangku SMK dan SD.
“Saya punya anak tiga, yang pertama sudah kerja di dealer motor. Yang kedua baru masuk sekolah di SMK dan yang ketiga masih SD kelas 2. Istri di rumah saja. Tugas saya itu ya harus memastikan keamanan semua kendaraan yang parkir disini. Alhamdulillah selama saya jaga parkir disini tidak pernah ada yang komplain, dan saya juga sadari bahwa ini di depan kantor, kalau ada yang tidak bayar ya saya tidak meminta,” pungkasnya.
Dimana ada juru parkir, maka ada yang membutuhkan jasanya. Seorang pengunjung kantor Pemkot Metro mengaku tidak pernah komplain dengan kinerja Sardi. Ia bahkan memuji ketulusan dan kejujurannya dalam mengemban amanah sebagai juru parkir.
“Tidak ada komplain, penataan kendaraan juga rapih dan bagus. Namanya parkir ya dimana tempat ya sama, musibah bisa datang kapan saja dan ke siapa saja, maka ada baiknya kita juga ikut menjaga kendaraan kita dengan pengaman tambahan,” terang Bisara (32).
Pria yang merupakan warga Kelurahan Yosorejo, Kecamatan Metro Timur itu bahkan menyarankan agar Pemerintah Kota Metro melalui Dinas Perhubungan (Dishub) melakukan penataan parkir, sehingga petugas parkir dapat bertanggungjawab terhadap kendaraan yang dijaganya.
“Apalagi situasi keamanan di Metro hari ini masih belum kondusif, maka parkir ditempat yang terdapat juru parkir adalah solusinya. Tapi petugasnya harusnya seperti bapak Sardi ini, yang tulus dalam mengawasi dan menganggap kendaraan yang dititipkan adalah amanah untuk dijaga,” jelasnya.
“Jadi jika masyarakat memarkirkan kendaraan ke petugas yang punya legalitas, insyaallah juru parkirnya pun memiliki tanggungjawab. Kita juga tahu bahwa parkir di Metro ini sulit untuk penataannya, maka persoalan parkir ini menjadi PR yang harus diatasi, terutama parkir -parkir liar tanpa SK dari Dishub,” tandasnya.
Inilah sepenggal kisah Sardi, pria lanjut usia yang menjunjung tinggi tanggungjawab atas pengabdiannya dalam menjaga keamanan kendaraan. Semoga, juru parkir lainnya di Kota Metro dapat terinspirasi atas kisah Sardi dan di implementasikan dalam kinerja serta tanggungjawab menjaga kendaraan yang terparkir di wilayahnya. (*)
Editor : Sigit Pamungkas