RASIONAL.CO.ID, Jakarta – Pandangan ulama terkait ucapan selamat Natal selalu menjadi perbincangan tiap akhir tahun. Natal sendiri diartikan sebagai hari raya umat Kristiani untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus.
Jika disebut hari Natal, maka konotasinya adalah hari kelahiran Yesus, pada tanggal 25 Desember. Umat Nasrani merayakan hari Natal dirayakan secara khidmat dan kebesaran baik di dalam gereja ataupun di rumah-rumah.
Adapun, hukum seorang muslim mengucapkan selamat hari raya Natal yakni haram. Seperti yang telah dijelaskan oleh Syekh Ali Jaber, mengucapkan berarti sama saja dengan merayakannya dan itu berarti, kita ikut merayakan hari kelahiran anak Allah.
Bagi muslim yang sudah belajar, bahkan sudah hafal Surat Al Ikhlas, telah dijelaskan dalam surat tersebut bahwa Allah bersifat tunggal. Tidak memiliki anak juga tidak diperanakkan. Artinya mengucapkan selamat Natal sama saja mengingkari makna Qulhuwallohu ahad.
Islam tidak melarang umatnya bersahabat dengan mereka yang berbeda agama. Namun dalam hal terkait aqidah tidak bisa diganggu gugat dan harus lebih berhati hati.
Para ulama yang memilih sikap untuk mengharamkan ucapan selamat natal bagi umat Nasrani mendasari hukumnya pada firman Allah SWT di dalam surat al-Furqan ayat 72,
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Q.S. al-Furqan [25]: 72)
Pada ayat tersebut, Allah SWT menjanjikan bagi orang yang tidak memberikan kesaksian palsu dengan martabat yang tinggi di surga. Sedangkan, apabila seorang muslim mengucapkan selamat natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat Nasrani tentang hari Natal (kelahiran Yesus Kristus, salah satu Tuhannya umat Nasrani).
Konsekuensinya adalah ia tidak akan mendapatkan martabat yang tinggi di surga. Dengan demikian, mengucapkan selamat natal kepada umat kristiani tidak diperkenankan.
Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” (HR. Abu Daud, no. 4031).
Pada hadits tersebut, Rasulullah SAW mewanti-wanti umat Islam terhadap perbuatan tasyabbuh terhadap non-muslim. Kata tasyabbuh memiliki arti perbuatan yang dilakukan sedikit demi sedikit, yang awalnya barangkali ia merasa terpaksa/ikut-ikutan dengan perbuatan tersebut sampai kemudian ia menurut dan terbiasa mengerjakannya.
Dengan kata lain, siapa saja menyerupai suatu kaum maka ia lama kelamaan akan tunduk kepada mereka. Oleh sebab itu, hendaknya seorang muslim tidak bermudah-mudahan dalam melakukan perbuatan yang menyerupai orang non-muslim, karena itu merupakan pintu menuju ketundukan kepada mereka.
Sehingga, sikap tegas merupakan suatu kaidah yang tepat dalam kasus ini agar akidah kita tidak tergoyahkan akibat ikut-ikutan mengucapkan selamat Natal sebagaimana yang dilakukan oleh umat Nasrani.
Dengan demikian, umat Islam yang mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani berarti telah melakukan tasyabbuh sekaligus memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat kristiani tentang kebenaran peristiwa natal. Sehingga, hal ini masuk juga ke dalam ranah akidah yang mengkompromikan antara tauhid dengan syirik. Atas dasar inilah hukum ucapan tersebut diharamkan secara tegas.
Discussion about this post