Zamrud Khatulistiwa, sebuah julukan yang sangat patut disematkan buat Indonesia. Keindahan alamnya dan kesuburan tanahnya diakui seantero penduduk negeri. Namun, memang semua potensi alam yang ada itu, kembali kepada kita yang menghuni. Apakah akan kita rawat dengan penuh kasih sayang, ataukah hanya kita lihat, rasakan, kemudian kita buang.
Salah satu anugerah yang mesti disyukuri adalah banyaknya sungai atau kali yang melintas di setiap pemukiman penduduk. Jika saja penduduk di sekitarnya mampu mengelola potensi itu dengan baik, maka ia akan memberikan nilai manfaat kepada penduduk. Sebaliknya, jika penduduk abai, serta acuh dengan potensi kali yang ada di sekitarnya, bukan tidak mungkin, kali akan berubah menjadi momok yang menakutkan. Mimpi buruk, di setiap musim penghujan tiba.
Adalah “Ayah” sapaan seorang Tokoh Masyarakat Cileungsi, yang menggerakkan masyarakat sekitar Kali Cibarengkok untuk menyulap kali agar menjadi sebuah kolam renang alami yang asri.
Setali tiga uang dengan “mendandani” kali Cibarengkok, yang ada di kecamatan cileungsi, ia pun menyediakan taman kuliner dan kebon binatang mini.
Upaya Ayah, bukanlah sebuah pertunjukkan ‘simsalabim’ yang hadir dalam satu kejapan mata. Namun ia lakukan tahap demi tahap dengan penuh kesabaran.

Selain berharap bisa menjadi wisata alternatif bagi warga, Ayah ingin wisata desa yang mulai dibangun pada 2 November 2021 ini dapat memecut perekonomian warga untuk dapat bangkit kembali melawan Pandemi Covid 19, dengan geliat kreasi dan inovasi berbasis desa.
Berkat promosi digital lewat media sosial, kini Wisata Kali Cibarengkok yang belum genap satu bulan lahir, sudah dikunjungi warga sekitar JABODETABEK. Dalam sehari tak kurang dari 500 orang mampir ke tempat wisata alternatif seluas 4.000 meter persegi ini.
Sebetulnya masih ada ‘kejutan’ lain dalam benak AYAH untuk mendandani kali Cibarengkok, agar kemudian bisa menjadi sesuatu yang bernilai manfaat lebih besar lagi bagi warga.
Di sisi lain, kegiatan ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015, yang salah satunya membahas pengembangan wisata berbasis pedesaan (desa wisata). Meski awalnya memiliki target lokal, namun bukan tidak mungkin efeknya akan berkontribusi untuk kebaikan secara global.(*)
Discussion about this post