RASIONAL.CO.ID, Jakarta – Mendapatkan sertifikat Halal Majelis ULAMA Indonesia (MUI) merupakan dambaan bagi para pelaku usaha guna meyakinkan konsumen pada produk mereka. Pasalnya, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam tentu memilih untuk mengonsumsi makanan yang halal.
Logo dan sertifikat halal MUI tak hanya berlaku pada bisnis kuliner saja, tetapi juga berlaku beragam produk seperti kosmetik, obat dan lain-lain.
Dengan memiliki sertifikat halal, pastinya produk memiliki banyak keunggulan kompetitif serta menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia yang didominasi oleh umat muslim. Namun tidak sembarang usaha bisa mendapatkan sertifikat dan logo resmi dari MUI.
Ada aturan atau syarat-syarat khusus untuk mendapatkannya. Bagi kalian para pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikat dan logo halal dari MUI, yuk simak cara atau langkah-langkahnya sebagai berikut.
1. Menerapkan Jaminan Halal
Sebelum mengajukan permohonan sertifikat, tentunya para pelaku usaha wajib menerapkan kebijakan halal sesuai syariat Islam dalam membuat produk. Serta melibatkan seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) perusahaan.
2. Memliki Tim Manajemen Halal
Pebisnis juga harus mempunyai tim manajemen khusus yang bertanggung jawab dalam mengelola aktivitas usaha yang menjamin halal.
3. Mengikuti Prosedur Pelatihan dan Edukasi Terkait Kententuan Halal
Tentunya pera pelaku usaha wajib memiliki prosedur tertulis tata cara pelatihan dan edukasi terkait ketentuan halal. Untuk pelatihan internal, minimal, pelaksanaannya setahun sekali. Sementara untuk pelatihan eksternal, minimal, dilaksanakan dua tahun sekali.
4. Pemenuhan Fasilitas Produksi
MUI telah menetapkan standar fasilitas produksi untuk tiga kategori jika ingin memperoleh sertifikasi halal, yaitu :
Baca Juga: 5 Makanan Tradisional Betawi, Halal dan Bikin Nagih
Industri pengolahan
- Adanya jaminan tidak ada kontaminasi silang dengan produk kategori haram di dalam fasilitas produksi
- Penggunaan fasilitas produksi dapat bergantian antara produk yang disertifikasi dengan produk yang tidak, asalkan produk tersebut tidak mengandung bahan dalam kategori haram dan ada prosedur yang menjamin tidak terjadi kontaminasi silang dalam fasilitas produksi
Restoran/usaha katering/dapur
- Penggunaan dapur hanya untuk produksi halal
- Peralatan penyajian dan fasilitas lainnya hanya digunakan untuk menyajikan produk halal
Rumah Potong Hewan
- Lokasi Rumah Potong Hewan (RPH) wajib terpisah dari peternakan atau lokasi pemotongan hewan dalam kategori haram
- Fasilitas dalam RPH hanya untuk produksi daging hewan yang halal
- Alat penyembelih hewan wajib memenuhi persyaratan halal
- Jika proses deboning (memisahkan bagian tulang dari daging hewan) dilakukan di luar RPH, karkas wajib dipastikan hanya berasal dari RPH kategori halal.
5. Prosedur Tertulis dan Aktivitas Kritis
Perusahaan juga wajib memiliki prosedur tertulis audit internal dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang berlaku di lingkup perusahaan, serta aktivitas-aktivtas kritis.
Berikut jenis-jenis aktivitas kritis yang perlu diberlakuan
- Seleksi pembelian bahan
- Pemeriksaan bahan yang tiba
- Formulasi produk
- Pembersihan atau pencucian fasilitas produksi dan seluruh peralatan pembantu
- Penanganan dan penyimpanan bahan yang digunakan dan produk yang dihasilkan
- Transportasi produk
- Pemajangan (display) produk
- Peraturan untuk pengunjung
- Penentuan menu
- Penyembelihan hewan yang digunakan
- Pemingsanan
6. Bersedia Melakukan Kaji Ulang Manajemen
Perusahaan dengan jajaran direksinya wajib melakukan kaji ulang manajemen, setidaknya, satu kali dalam setahun. Ada dua tujuan utama kaji ulang manajemen ini. Pertama, guna melihat dan menilai efektivitas penerapan SJH. Kedua, untuk menyusun perbaikan yang berkelanjutan.
7. Memilikki Dokumen yang dibutuhkan Untuk Sertifikasi Halal MUI
Setelah memenuhi syarat-syarat sebelumnya, perusahaan juga perlu menyiapkan dokumen-dokumen pendukung untuk pengajuan sertifikasi halal MUI. Apa saja? Berikut daftar dokumen yang dibutuhkan.
Sumber: berbagai sumber