RASIONAL.CO.ID, Jakarta – Boleh kah shalat tidak menghadap kiblat saat dalam perjalanan menjadi pertanyaan yang lumrah untuk sebagian ummat Islam. Sebab arah kita ketika itu tak selalu menghadap Ka’bah.

Aturan pokoknya, shalat diwajibkan menghadap ke arah kiblat yakni Masjidil Haram di Mekah (QS. Al Baqarah: 144). Hal ini dikuatkan dengan hadist Nabi shallallahu alaihi wasallam.
“Apabila engkau hendak salat, maka berwuduklah dengan baik, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbir” (HR Aḥmad).
Baca Juga: Mengenal Apa itu Shalat Hajat dan Tata Caranya
Berikut tuntunan shalat saat dalam perjalanan melansir laman resmi Muhammadiyah.
1. Salat di atas Kapal Laut
Orang yang sedang naik kapal laut dan hendak salat (jika arah kiblat diketahui), maka hendaklah ketika memulai salat menghadap ke kiblat sesuai dengan perintah umum menghadap kiblat dalam salat seperti dikutip di atas.
Kemudian apabila kapal berbelok saat orang itu sedang mengerjakan salat, maka ia tidak perlu membetulkan arahnya lagi. Artinya ia tetap salat dengan terus menghadap ke arah semula meskipun kapalnya telah berbelok haluan.
Ia tidak perlu membelokkan arah berdirinya karena penumpang tidak tahu bahwa kapal itu membelok dan berapa besar (berapa derajat) belokannya, dan itu tentu akan menyulitkan sementara agama itu asasnya adalah kemudahan.
Dari Anas Ibn Mālik (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Adalah Rasulullah saw apabila hendak mengerjakan salat sunat di atas kendaraannya beliau menghadap ke kiblat, lalu bertakbir untuk salat kemudian melepaskan kendaraan (unta)-nya (membiarkannya berjalan), kemudian terus salat ke arah mana kendaraannya menuju (HR Aḥmad).
2. Salat di dalam Pesawat, Kereta Api, Angkutan Umum
Orang yang salat dalam pesawat, kereta api atau angkutan umum yang sedang berjalan, maka ketika mulai salat cukup menghadap sesuai dengan arah kursinya dalam kendaraan itu dan salat menghadap ke arah mana pun sesuai duduknya.
Hal itu karena menyerongkan duduk di atas kursi hanya untuk menghadap ke kiblat adalah menyulitkan dan ini tidak sejalan dengan asas pelaksanaan agama yang memberi kemudahan.
Nabi saw sendiri terkadang salat di atas kenderaannya mengikuti arah ke mana kendaraan itu menghadap. Dari Ibn ‘Umar (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Rasulullah saw salat di atas kendaraannya (untanya) menghadap ke arah mana kendaraannya menghadap (HR Muslim).
3. Salat di Kendaraan Pribadi atau Menyewa Kendaraan
Orang yang menaiki kendaraan pribadi atau menyewa kendaraan yang dapat diatur lokasi pemberhentiannya apabila hendak shalat, semisal di mushala rest area atau masjid pinggir jalan.
Namun apabila sangat terburu-buru, misalnya hendak mengejar keberangkatan kereta api atau pesawat di mana tidak cukup waktu untuk berhenti, bisa shalat dalam kendaraan dengan mengarahkan posisi ke arah kiblat. Bila kendaraan berbelok, tak perlu mengubah arah.