RASIONAL.CO.ID, Jakarta – Bersentuhan dengan istri setelah berwudhu tidak membatalkan wudhu. Namun ada sejumlah pendapat ulama yang menfasirkannya berbeda.
Perbedaan pendapat ini berdasarkan tafsir Al Quran surah Al Maidah ayat 6. Menurut Ali dan Ibnu Abbas, makna ‘aw lamastumu al nisa’ yakni bersetubuh. Sedangkan menurut Umar bin Khattab dan Ibnu Masud memaknainya sebagai persentuhan kulit.
Baca Juga: Bacaan Niat Shalat, Ternyata Tak Mesti Lafalkan Ushali
Perbedaan pemaknaan ini mengakibatkan perbedaan pendapat tentang batal tidaknya wudhu seseorang karena persentuhan kulit laki-laki dan perempuan.
Menurut pendapat pertama, yang dipegangi oleh ulama Hanafiyah, persentuhan kulit laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu. Sedangkan menurut pendapat kedua, yang dipegangi ulama Hambaliyah dan Syafiiyah, persentuhan kulit laki-laki dan perempuan membatalkan wudhu, sehingga harus diulang.
Sementara ulama Malikiyah, persentuhan kulit laki-laki dan perempuan membatalkan wudhu apabila menimbulkan syahwat.
Dalam Fatwa Tarjih Muhammadiyah, pendapat yang dipakai yakni mengacu pada ulama Hanafiyah yang menyebut tidak membatalkan wudhu sekalipun terjadi persentuhan kulit laki-laki dan perempuan, khususnya suami kepada istrinya.
Hal ini didukung oleh sejumlah dalil, salah satunya dari Aisyah. “Pada suatu malam saya kehilangan Rasulullah Saw dari tempat tidur, kemudian saya merabanya dan tanganku memegang dua telapak kaki Rasulullah yang sedang tegak karena beliau sedang sujud,” (HR Muslim dan at Tirmidzi).
Discussion about this post