RASIONAL.CO.ID, DKI Jakarta – Pada tanggal 7 Februari 2023 atau 16 Rajab 1444 mendatang adalah bertepatan dengan usia 1 abad NU.
Organisasi yang berpaham ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyyah ini pun akan memperingati 1 abad NU di Sidoarjo, Jawa Timur.
Abdul Rauf, pengurus Lembaga Perekonomian PBNU menyoroti 1 abad NU dengan buah pemikirannya yang dituangkan dalam tulisan ini.
31 Januari 1926 – 31 Januari 2023 secara kalender masehi atau 16 Rajab 1344 – 16 Rajab 1444 adalah sejarah panjang organisasi umat yang lahir ketika pergolakan bangsa raksasa ini dalam pencarian bentuk.
Mewarnai eksistensi Nusantara ketika itu bukanlah persoalan sederhana, puncak keberadaan penjajah sedang di puncak, menguasai ratusan tahun kekayaan Indonesia.
Diplomasi para petinggi kita serba terbatas hingga harus menelan rasa pahit ketidakpastian arah negeri ini, ekonomi terpuruk, situasi politik selalu memanas, intelektual bangsa masih kurang, ajang adu domba berlangsung masif, pendidikan ala belanda dikooptasi, kesenjangan sosial sangat tinggi, kemiskinan panjang sengaja dipelihara oleh penjajah, pendidikan dibatasi, media dan transportasi masih sulit, hingga resesi ekonomi terus berjalan mulus akibat kesengajaan para daulat penjajah mendominasi, generasi bangsa tidak diberi peluang bermimpi untuk merdeka dalam segala hal.
NU, bergerak di grass roots Jombang Jawa Timur yang merupakan markas perjuangan Kiai dan Santri, ketika muassis NU (Pendiri) para kiai berijtihad melahirkan organisasi sebagai ajang berkumpul dan memobilisasi umat dari kampung ke kampung, pelosok desa, hingga menerobos mancanegara.
Tujuan utama pendirian organisasi adalah adanya penjajahan bangsa Eropa. Karena para penjajah tidak hanya mengeruk kekayaan alam di Nusantara, tetapi menyebarkan agama dan budaya dengan massive, terorganisir dengan baik.
Motif mendirikan organisasi adalah untuk menahan penyebaran agama yang dibawa penjajah, pada saat yang sama, berusaha lepas dari belenggu penjajahan.
Gagasan awal setelah menyepakati mendirikan organisasi, muassis kemudian mengirimkan utusan ke Tanah Suci Mekkah yang dikoordiniri KH. Wahab Chasbullah untuk menyampaikan 5 permohonan.
Pertama, memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz.
Kedua, memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah.
Ketiga, memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji mengenai tarif yang harus diserahkan jamaah haji.
Keempat, memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
Kelima, memohon balasan surat dari utusan NU tersebut.
Gerakan para kiai Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) mendirikan organisasi merupakan lanjutan dari gerakan-gerakan para kiai sebelumnya, yaitu gerakan Wali Songo dan ulama penyebar Islam lainnya, selama ratusan tahun, sambung-menyambung, para ulama bergerak mempertahankan Islam di Nusantara.
Karena situasi terus berubah, tantangannya pun berbeda, cara para kiai Aswaja bergerak mempertahankan dan menyebarkan Islam pun dinamikanya berbeda, ketika sebelumnya hanya melalui pesantren dan bergerak sendiri-sendiri, para kiai mencoba segmen baru mendirikan organisasi, konteks ini hanyalah persoalan metode pergerakan, intinya adalah mempertahankan Islam, terbukti pesantren dipertahankan dan organisasi dijalankan.
Deklarator NU alias pendiri para kiai yang hadir di pertemuan Kertopaten, Surabaya itu adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH. Asnawi, KH. Nawawi, KH. Ridwan, KH. Maksum, KH Nahrawi, H. Ndoro Munthaha (Menantu KH. Khalil), KH. Abdul Hamid Faqih, KH. Abdul Halim, KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi dan KH. Abdullah Ubaid, Syekh Ahmad Ghana’im Al Misri (Mesir), dan beberapa ulama lainnya yang tak sempat tercatat.
Gerakan kulturasi dan modernisme di abad pertama NU tentu harus berbeda pola pergerakan menyongsong polarisasi kerja di abad kedua, konstalasi perubahan multi dimensi saat ini perlu lompatan kecerdasan lebih akurat dan tingkat dewa meretas persoalan-persoalan ummat, membumikan gagasan kenabian “Rahmatan Lil ‘Alamin”.
Perkawinan gerakan kultural dan modern sangat menarik menerobos manca negara dengan tema Islam Washatiyah, Agama harus jadi garda terdepan dan tampil elegan mengawal gagasan-gagasan kemanusiaan, Universalitas, mengayomi kaum marginal, mengedepankan sosial kebersamaan, menjadi teladan tanpa tendensius, manipestasi keberagaman tidak bedakan SARA, hingga selalu hadir menelanjangi zaman yang serba ruwet jadi pelopor kemerdekaan berpendapat dan berargumentasi.
NU masa depan dan masa depan NU lahirnya NU tidak lepas dari pemikiran pentingnya NAHDHATUTTUJJAR (Kebangkitan Ekonomi ), kealpaan pengurus dari zaman ke zaman, di wilayah perbaikan dapur kepada Jam’iyyah itu penting, karna teriakan bisa terjadi bahkan berpotensi multi konflik akibat lapar merajalela.
NU harus jadi solutif, NU wajib berani tampil menolak segala bentuk pemiskinan, termasuk harus hadir memberikan pemikian kepada negara keluar dari persoalan kemiskinan, karena sering terlegitimasi, kalau miskin pasti warganya NU, di abad kedua ini NU harus tampil gagah berani, menjadi cermin meretas persoalan tersebut.
Leluhur kita pernah berkata, ada tiga kekosongan lahirkan persoalan dan konflik yaitu, kosong pemikiran (Kebodohan), kosong angan-angan (cita-cita / masa depan ) dan kosong perut (Kelaparan).
Maka menurut kami, agenda terpenting selain NU ikut serta dalam perdamaian dunia dan peradaban Internasional, harus back to basic merancang gagasan baru soal mengayomi umat.
Kondisi Indonesia saat ini pengangguran sudah tembus diangka 21 jutaan lebih, ini adalah Tsunami pengangguran, Negara dan NU harus hadir jadi pelopor meretas urgensi kemiskinan dan pengangguran.
Tiba saatnya kerja kongkrit dan profesionalisme aktivitas setiap orang, sehingga dengan mudah bangkit dari keterpurukan, grand design INDONESIA 2045 harus dicatat dan diabadikan dari hari ini.
NEGARA, NU dan kita semua berkewajiban tampilkan sinergitas, gotong-royong, bahu membahu dan bergandengan tangan melawan derasnya arus globalisasi informasi serba cepat, perubahan setiap detik terjadi, sehingga sadar atau tidak, tidak ada jalan lain kecuali kita harus hadapi bersama.
Selamat Berulang TAHUN Ria NU di 1 abad di Sidoarjo Jawa Timur, semoga abad kedua hadir dengan wajah berbeda segala dimensi keumatan. (*)